1.
Hukum Mengubur Jenazah
Hukum
mengubur mayat adalah wajib, sekalipun mayat seorang kafir, berdasarkan sabda
Nabi saw. kepada Ali bin Abi Thalib r.a. ketika Abu Thalib meninggal dunia, "(Wahai
Ali), pergilah lalu kuburlah ia!"
(Shahih: Shahih Nasa'i no:1895, dan Nasa'i IV:79).
Adalah
sunnah Nabi saw. mengubur mayat di pemakaman, sebab Nabi tidak pernah
mengubur jenazah kecuali di pekuburan Baqi', seperti yang telah diriwayatkan
secara mutawatir. Tidak pernah diriwayatkan dari seorang salafpun, bahwa
Rasulullah pernah mengubur jenazah di selain pemakaman umum, kecuali Nabi
saw. sendiri yang dikebumikan di dalam kamarnya, dan ini termasuk
pengecualian baginya, seperti yang ditegaskan oleh hadits Aisyah r.a. ia
berkata, "Tatkala Rasulullah SAW wafat, para sahabat berbeda pendapat
perihal penguburannya, lalu berkatalah Abu Bakar r.a. "Aku pernah
mendengar dan Rasululah saw. wejangan yang tidak pernah kulupakan, yaitu
beliau bersabda, "Setiap Nabi yang diwafatkan oleh Allah pasti
dikebumikan di lokasi yang beliau sukai dikubur padanya."Maka kemudian para sahabat
mengubur Rasulullah di tempat pembaringannya. (Shahih: Shahihul Jami'us
Shaghir no:5649, dan Tirmidzi II : 242 no:1023).
Dan,
dikecualikan dari hal tersebut adalah para syuhada yang gugur di medan perang, mereka
dikebumikan di lokasi gugurnya, tidak usah dipindahkan dipemakaman umum. Hal
ini didasarkan pada hadits dari Jabir r.a. berkata, tatkala terjadi perang
Uhud, dibawalah para prajurit yang gugur agar dikebumikan di Baqi', maka
berserulah seorang penyeru dari Rasulullah saw., "Sesungguhnya
Rasulullah saw. pernah memerintah kalian agar mengubur para syuhada' di
tempat gugurnya." (Shahih: Shahih Nasa'i no:1893, ‘Aunul Ma'bud VIII:
446 no:3149, Nasa'i IV:79 dan Tirmidzi III: 130 no:1771).
2.
Dilarang Mengubur Jenazah Dalam Beberapa Keadaan Darurat Berikut Ini, Kecuali
Dalam Kondisi Darurat
a. Pada
tiga waktu terlarang, dari Uqbah bin Amir r.a., ia berkata "Ada tiga waktu
Rasulullah saw. melarang kami mengerjakan shalat, atau mengubur jenazah yaitu
ketika matahari terbit hingga tinggi, di waktu matahari tegak berdiri hingga
bergeser ke arah barat, dan ketika matahari menjelang terbenam hingga
tenggelam." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1233, Muslim I:568 no:831,
‘Aunul Ma'bud VII: 481 no:3176, Tirmidzi II:247 no:1035, Nasa'i I:275 dan
Ibnu Majah I: 486 no:1519).
b. Di
kegelapan Malam
Dari
Jabir r.a. ia berkata, "Bahwa Nabi saw. pernah menyebutkan seorang
sahabatnya yang meninggal dunia, lalu dikafani dengan kain kafan yang tidak
cukup dan dikebumikan di malam hari, maka Nabi SAW mengecam upaya penguburan
jenazah di malam hari hingga ia dishalati, kecuali orang yang karena terpaksa
melakukannya. (Shahih: Shahih Nasa'i no:1787, Muslim II:651 no:943, ‘Aunul
Ma'bud VIII : 423 no:3132, Nasa'i IV:33 tanpa lafadz, "GHAIRI THAA-IL
(tidak cukup menutupi seluruh badan).
Manakala
diharuskan melakukan pemakaman di malam hari karena terpaksa, maka hal itu
boleh. Sekalipun harus menggunakan lampu ketika menurunkan mayat ke dalam
kubur untuk mempermudah pelaksanaan penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu
Abbas r.a. berkata, "Bahwa Rasulullah saw. pernah mengubur mayat
seorang laki-laki pada malam hari dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya
ke dalam kubur." (Hasan : Ahlamul Janaiz hal.141 dan Tirmidzi II: 260
no:1063).
3. Wajib
Mendalamkan, Melapangkannya Dan Membaguskan Liang Lahat
Dari
Hisyam bin Amri r.a. bertutur, sesuai perang Uhud, banyaklah yang gugur dari
kaum muslimin dan banyak pula prajurit yang luka-luka. Kemudian kami
bertanya, "Ya Rasulullah, untuk menggali lubang bagi setiap korban tentu
berat bagi kami, lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Maka,
Rasulullah bersabda "Galilah lubang, lebarkanlah, perdalamkanlah,
baguskanlah, dan kebumikanlah dua atau tiga mayat dalam satu kubur, dan
dahulukanlah di antara mereka, orang yang paling menguasai al-Qur'an! Maka
adalah ayahku satu diantara tiga dari mereka yang paling banyak menguasai
al-Qur'an. Maka ia pun didahulukan." (Shahih: Ahlamul Janaiz
hal.146, Nasa'i IV:80, ‘Aunul Ma'bud IX: 34 no:3199, Tirmidzi III:128 no :
1766).
Diperbolehkan
dalam membuat lubang kubur berbentuk lahat atau syaqqu (belahan) (Dalam
posisi mendatar untuk penahan tanah timbunan agar tidak langsung mengenai
tubuh jenazah, Periksa Kitab Jenazah hal.132 oleh K.H. Nadjih Ahjad, terbitan
Bulan Bintang Jakarta (Pent.), sesuai dengan kebiasaan yang berlaku pada era
Nabi saw. namun yang pertama yang lebih afdhal.
Dari
Anas bin Malik saw. berkata, "Tatkala Nabi saw. wafat, di Madinah ada
seorang laki-laki yang dikenal pandai membuat lubang kubur berbentuk lahad
dan ada seorang lagi yang dikenal ahli membuat lubang kubur berbentuk(makam).
Para sahabat berunding, lalu mengatakan,
"Sebaiknya kita shalat istikharah, lalu kita datangkan keduanya, maka
mana yang lebih cepat datang, kita tinggalkan yang lain." Kemudian para
sahabat sepakat memanggil keduanya, ternyata penggali lubang kubur yang
berbentuk lahatlah yang datang lebih dahulu. Maka kemudian mereka menggali
lubang kubur berbentuk lahad untuk Nabi saw.." (Sanadnya hasan: Ibnu
Majah I: 496 no: 1557).
Hendaklah
yang mengurusi dan yang menurunkan mayat ke liang lahad adalah kaum
laki-laki, bukan kaum wanita, sekalipun jenazah yang dikebumikan adalah
perempuan. Sebab itulah yang berlaku sejak masa Nabi saw. dan yang
dipraktikkan kaum muslimin hingga hari ini.
Sanak
kerabat sang mayat lebih berhak menguburnya, berdasar firman Allah:
"Dan
orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di
dalam kitab Allah."
(QS. Al-Ahzab:6)
Dari Ali
r.a. ia berkata: Aku telah memandikan Rasulullah saw. lalu aku perhatikan
dengan seksama apa yang sering ada pada mayat, maka aku tidak dapatkan
sesuatu sekecil apapun pada tubuhnya. Rasulullah saw. sangat baik jasadnya di
kala hidup hingga meninggal dunia.:" Dan, di samping para sahabat pada
umumnya yang ikut serta memasukkan ke dalam kubur dan menguburnya, ada empat
orang, Ali, al-Abbas, al-Fadhal, dan Shalih, bekas budak Rasulullah saw.. Dan
telah digalikan liang lahat untuk Rasulullah dan ditegakkan bata di atasnya.
(Sanad Shahih: Mustadrak Hakim I:362 dan Baihaqi IV: 53)
Suami
boleh menangani sendiri pemakaman isterinya. Berdasar hadits dari Aisyah r.a.
ia berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah saw. datang dari mengantarkan
jenazah masuk ke rumahku, lalu aku berkata, "Ya Rasulullah aku sakit
kepala", lalu Rasulullah bersabda, "Aku benar-benar ingin engkau
meninggal dunia ketika aku masih hidup, sehingga aku bisa mengurusi jenazahmu
dan menguburmu..." (Shahih: al-Fathur Rabbani VI: 144, Fathul Bari
dengan redaksi yang hampir sama X : 101-102 dan Muslim VII: 110 serta dalam
Ahlamul Janaiz oleh Syaikh al-Albani).
Namun
yang demikian dipersyaratkan apabila sang suami tidak berhubungan badan
dengan isterinya pada malam harinya. Manakala telah menjima' isterinya, maka
tidak dibolehkan baginya mengubur jenazah isterinya. Bahkan lebih diutamakan
orang lain yang menguburnya, walaupun bukan mahramnya dengan persyaratan
tersebut. Hal ini berdasar hadits.
Dari Anas
r.a ia berkata, kami pernah menyaksikan (pemakaman) puteri Rasulullah saw.,
sedangkan Rasulullah duduk di atas kuburan, saya lihat kedua matanya
meneteskan air mata, kemudian Rasulullah saw. bertanya, "Adakah di
antara kalian yang tadi malam tidak berjima' dengan isterinya?" Maka Abu
Thalhah berkata : "Saya wahai Rasulullah." sabda Beliau (lagi),
"Kalau begitu turunlah" kemudian Abu Thalhah turun ke dalam liang
kuburnya. (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 149 dan Fathul Bari III : 208 no:
1342).
Menurut
sunnah Nabi saw. memasukkan mayat dari arah kaki berdasar hadits, dari
Abu Ishaq r.a. ia berkata, Al-Harist telah mewasiatkan sebelum meninggal
dunia agar dishalati oleh Abdullah bin Zaid. Dan, Abdulullah menshalatkannya,
kemudian memasukkan jenazah al-Harist ke liang lahad dari arah kaki kubur. Ia
berkata, "Ini termasuk sunnah Nabi saw.." (Sanadnya Shahih:
Ahkamul Janaiz hal. 150 dan ‘Aunul Ma'bud XI : 29 no: 3195).
Hendaknya
membaringkan sang mayat di dalam liang lahat dengan posisi lambung kanan di
bawah dan menghadap ke arah kiblat, sementara kepala dan kedua kakinya
menghadap ke arah kanan dan kiri kiblat. Inilah yang dipraktikkan ummat Islam
sejak masa Rasulullah saw. hingga masa kita sekarang ini.
Hendaknya
orang meletakkan jenazah ke dalam liang kuburnya membaca, "BISMILLAHI WA
‘ALAA SUNNATI RASUULILLAAH." atau "BISMILLAHI WA'ALAA MILLATI
RASUULILLAH."
"Dari
Ibnu Umar r.a. Nabi saw. apabila memasukkan mayat ke dalam lubang kubur,
beliau mengucapkan, "BISMILLAHI WA'ALAA SUNNATI RASUULILLAAH"
(Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah)." (Shahih:
Ahkamul Janaiz hal. 152, Tirmidzi II: 255 no: 1051, Ibnu Majah I: 494 no:
1550).
Dan
berdasar hadits dari al-Bayadhi r.a. dari Rasulullah saw., beliau bersabda, "Mayat,
bila diletakkan di liang kuburnya, maka hendaklah orang-orang yang
meletakkannya pada waktu menempatkannya ke dalam liang lahat mengucapkan, BISMILLAHI, WA
BILLAAHI, WA'ALAA MILLATI RASULULLAH (Dengan menyebut nama Allah dan karena
Allah serta mengikuti jejak Rasulullah SAW)." (Sanadnya Hasan :
Ahkamul Janaiz hal. 152 dan Mustadrak Hakim IL 366).
Dianjurkan
bagi orang-orang yang hadir ke kuburan agar melemparkan tiga kali genggaman
tanah dengan kedua tangannya usai penutupan liang lahatnya. Berdasarkan
hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah menshalati jenazah,
kemudian mendatangi kuburannya, lalu melemparkan tiga kali genggaman tanah
dari arah bagian kepalanya." (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 751 dan Ibnu
Majah I : 499 no: 1565).
4.
Beberapa Hal Yang Disunnahkan Usai Pemakaman Mayat
a.
Hendaknya kuburan ditinggikan sekedar sejengkal dari permukaan tanah, dan
tidak diratakan dengan tanah agar diketahui dan bisa dibedakan dari yang lain
sehingga tetap terpelihara dan tidak dihinakan. Berdasar hadits dari Jabi
r.a. bahwa Nabi saw. telah dibuatkan liang lahad untuk beliau, lalu
ditegakkan disamping lahad dengan bata dan ditinggikan kuburnya sejengkal
dari permukaan tanah. (Sanadnya Hasan : Ahkamul Janaiz hal. 153, Shahih Ibnu
Hibban no: 2150 dan Baihaqi III: 410).
b.Hendaknya
gundukan tanah lebihan tersebut dibentuk seperti gunung, berdasar hadits,
dari Sufyan at-Tammar r.a. ia berkata, "Saya melihat kubur Nabi saw.
dibentuk seperti punuk." (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 154, Fathul Bari
III: 255 no:1390).
c.
Hendaknya memberi tanda pada makam dengan batu atau sejenisnya agar
diketahui dan dijadikan tempat pemakaman bagi keluarganya.
Berdasar hadits dari al-Muthalib bin Abi Wada'ah r.a. ia bercerita, tatkala
Utsman bin Mazh'un meninggal dunia, maka dibawalah jenazah (ke makam), lalu
dikebumikan. Setelah dikubur, Nabi saw. menyuruh seorang sahabat mencari
batu, namun ternyata ia tidak mampu membawanya. Maka kemudian Rasulullah saw.
sendiri yang datang mengambilnya sambil menyingsingkan lengan bajunya."
Al-Muthalib melanjutkan ceritanya : Berkatalah orang yang memberitakan
kepadaku dari Rasulullah saw.," Seolah-olah aku melihat putih kedua
lengan Rasulullah saw. ketika Beliau menyingsingkan kedua lengan bajunya.
"Kemudian Beliau mengambil batu itu dan meletakkannya di bagian
kepalanya lalu bersabda, "Dengan batu ini aku mengenal kuburan saudaraku
dan aku akan mengubur di tempat ini (pula) ada dari kalangan keluarganya yang
wafat." (Hasan : Ahkamul Janaiz hal. 155 dan ‘Aunul Ma'bud IX:22 no:
3190).
d.
Hendaklah salah seorang (do'a ini dipimpin sebagaimana yang banyak dilakukan
di masyarakat, akan tetapi masing-masing berdo'a) berdiri disamping
kuburannya untuk memohonkan ampunan bagi si mayyit dan keteguhan hati, dan
menyuruh kepada hadirin agar melakukan hal yang sama. Berdasarkan Hadits Nabi
saw., "Dari Utsman bin Affan r.a. berkata, Adalah Nabi saw.
apabila selesai memakamkan jenazah, berdiri di samping kuburnya sambil
bersabda, "Mohon ampun (kepada Allah) untuk saudara kalian ini dan
keteguhan hati untuknya, karena sekarang ia sedang ditanya (oleh
malaikat)."(Shahihul Isnad: Ahkamul Janaiz hal. 156 ‘Aunul Ma'bud IX
: 41 no: 3205).
Diperbolehkan
duduk saat pemakaman dengan maksud mengingatkan hadirin akan kematian dan
kehidupan sesudah mati. Berdasar hadits dari Al-Bara' bin ‘Azib r.a.
bercerita: (Pada suatu hari), kami bersama Nabi saw. mengantarkan
jenazah seorang laki-laki dari kaum Anshar. Ketika kami sampai di makam dan
mayat belum dimasukkan ke liang lahadnya, maka Rasulullah saw. duduk dan kami
pun duduk disekelilingnya (dengan tenang) seolah-olah di atas kepala kami ada
burung (yang bertengger). Di tangan Rasulullah ada sebatang kayu, lalu sambil
menggores tanah lantas beliau mengangkat kepalanya, kemudian bersabda, "Hendaklah
kalian berlindung kepada Allah dari siksa kubur." (Beliau
mengucapkannya) dua atau tiga kali. Lalu Rasulullah berkata, "Sesungguhnya
hamba yang beriman bila meninggal dunia dan sedang menuju akhirat, dan
datanglah kepadanya para malaikat dari langit dengan raut wajah yang putih
berseri-seri, seolah-olah raut wajah mereka bagaikan matahari (yang bersinar
terang) dengan membawa kain kafan dan wangi-wangian dari surga hingga mereka
duduk di tempat yang jauh sejauh mata memandang. Kemudian datanglah Malaikat
maut hingga duduk persis di samping bagian kepalanya, lalu berkata, 'Wahai
jiwa yang bersih, keluarlah engkau menuju ampunan Allah dan ridha-Nya!'
Kemudian keluarlah jiwa tersebut, mengalir seperti mengalirnya tetesan air
dari mulut bejana tempat minum. Kemudian malaikat maut itu memegang ruh yang
bersih tersebut. Lalu ketika dipegang oleh malaikat maut, para malaikat yang
lain tidak pernah membiarkannya berada di tangan malaikat maut walaupun
sekejap mata hingga mereka langsung mengambilnya. Kemudian ruh itu dibungkus
dengan kain kafan dan dilumuri dengan wangi-wangian dari surga itu. Kemudian
keluarlah ia darinya laksana harum semerbaknya minyak kasturi yang
menyelimuti seluruh permukaan bumi. Kemudian mereka membawanya naik ke atas,
maka tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mereka bertanya,
'Roh yang baik ini, milik siapa?' Maka dijawab, 'Milik si fulan bin fulan,'
dengan menyebutkan namanya yang sangat baik yang menyadi namanya ketika di
dunia hingga mereka sampai di langit dunia (yang terdekat). Kemudian para
malaikat yang membawa ruh itu minta dibukakan (pintu langit selanjutnya)
untuk, lalu dibukakan (pintu) untuk mereka, sehingga seluruh penjaga dan
penghuni langit ikut serta untuk mereka, sehingga seluruh penjaga dan
penghuni langit ikut serta mengantarkannya ke langit yang dituju hingga tiba
di langit ketujuh. Kemudian Allah SWT berfirman, "Simpanlah catatan amal
harian hambaKu ini di "Illiyin" dan kembalikanlah ia ke
dunia, karena sesungguhnya dari tanah dan ke sana pula Aku akan mengembalikan mereka,
dan dari bumi itu Aku akan mengeluarkan mereka sekali lagi. Lalu
Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, "Kemudian ruhnya
dikembalikan ke jasadnya, tak lama kemudian datanglah dua malaikat lantas
mendudukan mayat itu, lantas bertanya kepadanya, "Siapakah Rabbmu?"
Jawabnya, "Rabbku Allah," Keduanya
bertanya ( lagi ) kepadanya, "Apakah agamamu,"
Jawabnya, "Agama saya Islam." Keduanya bertanya (lagi) kepadanya
"Apakah orang ini pernah diutus ke tengah-tengah kalian?" Jawabnya
"Ya, Beliau adalah utusan Allah" Keduanya bertanya (lagi) kepadanya
"Ilmumu dari mana" Dijawab olehnya, "Saya dapat dari membaca
Kitabullah, lalu aku membenarkannya dan beriman kepadanya." Kemudian
berserulah seorang penyeru di langit, "Jawaban hamba-Ku ini tepat, maka
persiapkanlah tempat tidur untuknya di surga, kenakanlah pakaian dari surta
kepadanya, dan bukalah pintu masuk surga untuknya !" Tak lama kemudian
datanglah kepadanya ruhnya dan wangi-wangian dan dilapangkanlah alam kubur
untuknya sejauh mata memandang. Dan, datang (pula) kepadanya seorang
laki-laki yang tampan rupawan, berpakaian bagus, dan harum semerbak, lalu
bertutur kepada hamba yang berjiwa bersih itu,
"Bergembiralah dengan apa-apa yang menyenangkanmu, ini adalah hari yang
dijanjikan dahulu kepadamu," Kemudian ia bertanya kepada orang yang
berparas tampan itu, "Siapakah engkau sebenarnya? "Wajahmu
tampan rupawan datang (kepadaku) membawa segala macam kebaikan."
Jawabnya "(Sebenarnya) aku adalah amal shalihmu." Maka ia berkata,
"Wahai Rabbku, kiamatkanlah sehingga aku bisa kembali kepada keluargaku
dan harta kekayaanku."
Al-Bara
bin ‘Azib r.a. melanjutkan : Rasulullah saw. melanjutkan keterangannya, "Bahwasanya
seorang yang kafir jika meninggal dunia dan sedang menuju alam akhirat, maka
turunlah kepadanya sekelompok malaikat yang berwajah hitam legam dengan
membawa kain berduri, lalu mereka duduk agak jauh dari mereka sejauh mata
memandang. Tak lama kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk persis di
samping kepalanya. Kemudian dia menyatakan kepada sang mayat kafir, "Wahai
jiwa yang busuk, keluarlah untuk (menerima) murka dan amarah Allah!"
Maka berserakanlah ruhnya ke sekujur jasadnya, lalu dicabutlah ruhnya
sebagaimana dia mencabut besi pembakaran sate dari bulu yang basah, lantas
ditangkap olehnya. Manakalah sang malaikat maut itu sudah memegang ruhnya,
maka mereka tidak membiarkannya berada di tangan sekejap pun hingga mereka
membungkusnya dengan kain kafan berduri itu. Kemudian menyebarlah
dari kain berduri tersebut bau bangkai yang amat sangat busuk yang ada di permukaan
bumi. Kemudian para malaikan (yang mendampingi malaikat maut) itu membawa
naik ruh orang kafir itu, maka setiap mereka melalui sejumlah malaikat, para
malaikat yang dilewati itu bertanya. "Roh siapa yang busuk ini?"
Jawab mereka, "Roh si fulan bin fulan", dengan menyebut namanya
amat sangat buruk yang digunakan ketika di dunia, "hingga sampai di
langit dunia. Kemudian mereka minta agar dibukakan pintu langit untuknya,
namun pintu tidak dibukakan baginya." Kemudian Rasulullah saw. membaca
ayat, "Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit
dan tidak (pula) mereka akan masuk surga hingga onta masuk lubang
jarum." (Al-A'raaf: 40).
Maka
kemudian Allah SWT berfirman, "Wahai para malaikat, simpanlah catatan
alam hariannya di dalam neraka Sijjin kerak bumi yang paling bawah!"
Kemudian dilemparkan ruhnya dengan keras. Kemudian beliau membaca ayat, "Barang
siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh
dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ketempat
yang jauh." (QS. Al-Hajj:31).
Kemudian
sang ruh dikembalikan ke jasadnya semula, dan datanglah kepadanya dua orang
malaikat, lalu mendudukannya kemudian bertanya kepadanya, "Siapakah
Rabbmu? Jawabnya, "Hah, hah, aku tidak tahu," keduanya Bertanya
(lagi), "Apa agamamu?" Dijawab, "Hah, hah, aku tidak
tahu," Keduanya bertanya (lagi) kepadanya, "Apakah orang ini pernah
diutus kepadamu ketika di dunia?" Jawabnya, "Hah, hah, saya tidak
tahu." Maka ada suara dari langit mengatakan, "Dia berdusta. Karena
itu gelarlah tempat tidur di nerakanya, dan bukalah untuknya satu pintu ke
jurang neraka." Kemudian panas neraka dan angin panasnya datang
kepadanya sehingga membuat alam kuburnya amat sempit baginya hingga membuat
tulang rusuknya berantakan. Tak lama kemudian datanglah laki-laki yang buruk
wajahnya, yang jelek pakaiannya, dan yang busuk baunya, lalu berkata
kepadanya, "Bergembiralah dengan yang membuat kamu celaka. Ini adalah
hari yang dijanjikan kepadamu." Kemudian mayat kafir itu bertanya kepadanya,
"Siapa kamu (sebenarnya), wajahmu adalah wajah yang datang membawa
kejelekan?" Jawab laki-laki tu, "Saya adalah amalanmu yang
buruk." Kemudian sang mayat kafir itu berkata, "Rabbku, gagalkanlah
hari kiamat itu," Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Rasulullah
saw. bersabda, "Kemudian datanglah kepadanya laki-laki buta, tuli,
dan bisu dengan membawa tongkat besi, yang kalau dipukulkan ke gunung akan
hancur menjadi debu. Maka kemudian ia memukul orang kafir itu dengannya
hingga orang tersebut menjadi debu. Kemudian Allah kembalikannya ke bentuk
semula. Lalu ia memukulnya sekali lagi hingga ia menjerit dengan jeritan yang
di dengar oleh segala sesuatu, kecuali bangsa jin dan manusia." (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 159,
Al-Fathur Rabbani VII:74, ‘Aunul Ma'bud XIII:4727)
Sumber:
Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka
As-Sunnah), hlm. 359 -- 372.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar