Oleh:
ADHYATNIKA GU
Daya tarik media televisi demikian besar bagi
perkembangan mental generasi muda. Banyak fakta yang kita jumpai sekarang ini
dari informasi yang disampaikan oleh televisi mengenai acara yang memberi
dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung. Hal-hal negatif dari materi
tayangan yang disajikan televisi akhirnya
dapat mempengaruhi perilaku penontonnya dalam hal
bersikap dan bertingkah laku di dalam kehidupan mereka.
Kekerasan yang didefinisikan sebagai
prinsip tindakan yang mendasarkan dari
kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan, terkandung unsur dominasi
terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, moral, psikologis
atau melalui gambar. Penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang
tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan
penghinaan merupakan ungkapan nyata kekerasan. Logika kekerasan merupakan
logika kematian karena bisa melukai tubuh, melukai secara psikologis,
merugikan, dan bisa menjadi ancaman terhadap integritas pribadi (Haryatmoko, 2007).
Tayangan kekerasan yang sering ditampilkan media
khususnya televisi diantaranya: Kekerasan
dokumen yang merupakan bagian dari dunia riil atau faktual; kedua, kekerasan
fiksi yang menunjukkan dunia khayal. Bentuk-bentuk
kekerasan tersebut sering
lebih dikondisikan oleh kekerasan simbolik. Prinsip simbolik ini bisa berupa
bahasa, cara berfikir, cara kerja, dan cara bertindak. Kekerasan simbolik berlangsung karena sistem informasi saat ini mengikuti aturan tertentu
dalam bentuk keseragaman, mimetisme, tuntutan reportase langsung pada kejadian,
sensasionalisme, dan penempatan prioritas informasi yang penuh kepentingan.
Tayangan kekerasan yang ditampilkan diyakini akan berpengaruh terhadap
peningkatan perilaku yang agresif, kemudian dapat menyebabkan ketidakpekaan
terhadap kekerasan dan penderitaan korban, yang selanjutnya akan berakibat
peningkatan rasa takut yang belebihan sehinga menciptakan representasi dalam
diri penonton tentang wujud dunia yang sangat berbahaya.
Keluarga yang diyakini
memiliki fungsi strategis di dalam kelangsungan
kehidupan masyarakat, diharapkan mengambil peran paling depan dalam menangani
permasalahan di atas. Sebagai sebuah
lembaga sosial, keluarga adalah
lingkungan yang kuat sekali pengaruhnya dalam mengembangkan sifat-sifat dasar
anak. Peranan keluarga diharapkan mampu mengubah seorang individu menjadi
manusia yang berbudaya.
Menurut John Locke
bahwa seorang anak yang
baru dilahirkan seperti “tabula rasa”
yang merupakan selembar kertas putih kosong dan dapat dicorat-coret
sekehendak hati orang tuanya. Oleh karena itu
dalam pandangan para pakar pendidikan, apa yang dilakukan oleh seorang
ibu terhadap anaknya merupakan proses yang diadopsi oleh si anak melalui proses
social-modelling. Bagaimana cara ibu mengasuh, apakah dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang atau apakah dengan kasar dan amarah serta penolakan
akan membentuk perilaku manusia muda tersebut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
anak banyak belajar dari orang tuanya. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak
sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluarga lah yang menyiapkan potensi
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku ke dua orang tua serta
lingkungannya
Oleh karena itu diperlukan koordinasi dari berbagai pihak
agar lebih selektif dalam memilihkan tayangan bagi anak karena pengaruh media
yang cukup besar bagi perilaku sosial anak. Selain itu pendidikan keluarga yang
baik perlu ditanamkan kepada anak sedini mungkin agar anak siap menghadapi
pengaruh luar yang begitu besar.
Sumber: Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar