Rabi’ul awwal, sudah tiba. Bulan dengan berjuta perasaan kita ungkapkan dalam shalawat, kehormatan dan salam, kepada jungjunan alam, Nabi Agung Muhammad saw., yang seluruh jiwa dan raganya dipersembahkan untuk umat manusia. Semoga ucapan sholawat kita, tutur salam kita, terpatri pada panji kenabian di akhirat kelak. Aamiin.
Kemuliaan Baginda Rasul Muhammad saw., tentu tak terkirakan, Beliau memang manusia, tetapi sangat berbeda dengan umumnya manusia. Salah satu perbedaannya adalah beliau selalu ikut bersedih bila melihat kesengsaraan di depan mata, dan beliau tampak bahagia manakala menyaksikan kebahagiaan dirasakan umatnya. Sangat jauh berbeda dengan kita, yang terkadang senang melihat orang susah, dan susah sekali manakala melihat orang senang. berhati-hatilah, ini salah satu ciri kedengkian sudah merasuk di dalam dada kita.
Rasululloh saw. tidak pernah dengki, tidak pernah hasud,sehingga wajahnya terpancar kejujuran dan keikhlasan dalam setiap amal, yang berbuah al amin, terpercaya dalam segala hal. Langkah hidupnya tegap penuh optimis, tidak pesimis yang terangkum dalamzuhud, kesungguhan dalam memperbaiki diri demi kebaikan dan kebaikan setiap harinya. Baginda Rasul selalu tampil dalam kesahajaan dibalik kemegahan kharismanya yang mencuat ke seantero jagat raya. Jubahnya adalah takwa, terompahnya adalah rel-rel haq, mahkotanya adalah ‘ilmu pengetahuan yang senantiasa digali sepanjang hayat, tangan kanan memegang hukum al Kholik, Pencipta alam semesta, tangan kiri memegang timbanganmizan keadilan, yang senantiasa berpihak pada yang lemah dan tegas pada aturan yang ditetapkan dalam al Qur’an dan sunnahnya, di dadanya terpatri keyakinan yang kuat akan kemenangan pasti berpihak pada kebenaran, di matanya terpancar sinar kelembutan jauh dari tatapan sinis memvonis, telinganya senantiasa diupayakan mendengar jeritan umat yang haus akan kebenaran sehingga berbuah lisan berucap nasihat hikmah penuh dengan kebijaksanaan disetiap tutur katanya.
Baginda Rasul saw., yang berdasarkan ahli tarikh yang masyhur, lahir hari senin tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun Gajah, atau bertepatan dengan 20 April 571 M, adalah sosok pejuang kemanusiaan, yang hidup penuh dengan perjuangan, berjuang melawan kemiskinan akibat keadaannya yang yatim piatu, berjuang melawan arus adat istiadat yang rusak, berjuang mempertahankan aqidahmillata Ibrahim melawan jahiliyah yang mempertuhankan berhala sebagai perantara menghadap Allah. Beliau saw., juga senantiasa berjuang menjadi sosok manusia yang tidak menjadi beban dalam setiap keadaan, dan senantiasa berkeinginan menjadi solusi dalam setiap permasalahan. Kita hafal riwayatnya, ketika baginda menjadi sosok pemersatu yang menengahi pertikaian dalam kasus peletakan hajar Aswad, yang memberinya kedudukan sebagai al Amiin, terpercaya. Tidak pernah ada gelar yang diberikan kepada tokoh kuat dunia saat itu dan sesudahnya, sebagai orang yang tak pernah berdusta, tak pernah dengki, jauh dari penyakit hati lainnya, kecuali kepada sosok Muhammad saw. Maka tak heran dalam kurun kurang dari 23 tahun masyarakat Arab khusunya, dan dunia umumnya diubahnya menjadi wajah dunia yang gemerlap kembali, terang benderang, disinari cahaya Illahi yang sebelumnya meredup akibat kebodohan umat manusia. Ilmu pengetahuan kembali digali, sebagai syarat mutlak hidup menjadi terang benderang, dan Islam tampil sebagai pemersatu dan penyelamat kehancuran dunia, peradaban manusia pun menemukan jati dirinya, dimana manusia ditempatkan sebagai “manusia” yang karena ketakwaannya menjadi lebih mulia dibandingkan makhluk lainnya dihadapan Allah, Sang Pencipta alam raya. Apabila sebelumnya genderperempuan sebagai warga kelas dua, bahkan aib bagi setiap keluarga, maka Islam tampil dengan spirit baginda Rasul saw., menempatkannya sebagai makhluk penuh dengan kemuliaan sebagai penerus ganerasi umat manusia. Dalam beberapa riwayat dengan tegas bahwa “Ibu” disebut beliau lebih banyak ketimbang bapak sebagai bukti penempatan kaum hawa yang mulia.
Maka barangsiapa yang mengaku umat Rasul Muhammad saw., hendaklah kita meneladani akhlak beliau yang mulia, dengan selalu berkata dengan perbuatan, berbuat dengan penuh keikhlasan sebagai pancaran hati orang beriman, bertutur kata yang mulia atau diam, selalu berjuang menegakkan kebenaran walau pahit dirasakan, selalu memuliakan tamu, menghormati tetangga, mengangkat harkat ayah bunda, menyayangi saudara seiman seperti layaknya saudara kandung, bertekad tidak menjadi beban, berusaha menjadi suri tauladan dalam setiap keadaan , selalu memiliki kepekaan dan kepedulian kepada semua makhluk Alloh.
Sesungguhnya cintanya Rasul saw., kepada kita tak pernah berhenti, bahkan menjelang wafatnya sekalipun, bibirnya yang mulia berucap ummati, ummati, ummati, disebutnya sebagai bukti kecintaannya kepada kita.
Kini 14 abad lebih telah berlalu, bukti kecintaannya kepada kita kian terasa, dengan masih diberinya kita kesempatan untuk merasakan karunia Allah, berupa rahmat dan kasih sayang Nya, sebagai buah do’a baginda Rasul yang menitipkan ummatnya kepada Pemilik dan Pemelihara makhluk, yakni Allah, untuk diampuni dosanya sejauh tidak musrik, diberi penangkal bala bagi yang rajin sedekah, diberi kemuliaan hidup bagi pelanggeng silaturrahmi, diberi kebarokahan rizki bagi para pencinta anak yatim, diberi jaminan hidup bagi para pemakmur “rumah Allah”, masjid, diberi keturunan shalih-shalihah, dan penerang hati bagi para pencinta ‘ilmu dan ‘ulama, diberi keselamatan dari adzab kubur bagi para pembaca kitab suci al Qur’an, diberi kemudahan berikhtiar bagi para pembayar zakat, diberi kedudukan yang mulia di sisi makhluk dan khalik bagi para pemegang hukum Allah dan Rasul Nya, dan berjuta do’a beliau saw., untuk kita ummatnya.
Maka bagi kita yang sejak kecil ditanamkan kecintaan kepada Rasululloh saw., lewat shalawat, hendaklah tetap mendawamkannya sebagai salah satu bukti pengakuan kita selaku umat beliau saw.
Selanjutnya mengaplikasikan akhlaqRasul saw., tersebut dalam kehidupan keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dan dimanapun kita berada.
Sesungguhnya, hanya orang yang berjuang untuk mencintai Rasulullah-lah yang akan lebih dicintainya kelak di akhirat. Mencintai Rasul saw., adalah dengan meneladani perilaku beliau, disetiap keadaan, mencintai ‘ilmu dan ‘ulama sebagai warisannya.
Barangsiapa terpatri di dadanya, kecintaan terhadap Rasulullh saw., maka terpatri pula nama kita di panji kenabian Baginda Muhammad saw, yang tercinta. Wallohu’alam.
(**Khutbah Jum’at Rabi’ul Awwal Cimahi . adhy 1439H**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar