Kamis, 30 April 2015

EVALUASI PROGRAM SEBAGAI MODEL PENELITIAN EVALUASI

Oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto
Guru Besar Emiritus Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 

A. KONSEP PROGRAM
Penelitian evaluasi lebih umum dikenal dengan evaluasi program. Untuk mem- perjelas pengertian program, perlu memahami dulu pengertian ‘sistem’. Dalam pembicaraan umum, sistem adalah sebuah unit yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur di mana terdapat hubungan yang erat di antara bagian atau unsur tersebut dan adanya kerjasama antar unsur-unaur tersebut untuk mencapai tujuan sistem. Dengan demikian pengertian sistem tidak pernah menunjuk bagian yang lepas-lepas, tetapi selalu kumpulan unsur yang saling kait-mengkait bersama-sama mencapai tujuan. Dalam pembicaraan hari ini yang dimaksud dengan program adalah sebuah kegiatan yang sifatnya kompleks, yang merupakan sebuah sistem. Pengertian sistem adalah sebuah unit yang terdiri dari beberapa unsur yang kait-mengkait, yang semuanya bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem. Hampir semua kegiatan sehari-hari kita dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Sebagai contoh kegiatan makan, itupun sistem. Kita tidak dapat mencapai tujuan makan apabila tidak ada unsur-unsur kegiatan makan, yaitu makanan yang dimakan, alat makan, mulut kita, pencernaan kita, sampai makanan masuk ke dalan perut kita. Demikian juga kita bepergian sampai ke toko untuk berbelanja. Tujuan kita adalah memperoleh barang yang akan dibeli. Unsur-unsur belanja adalah jalan yang kita lalui, kendaraan kita naiki, uang untuk membeli, barang yang akan kita beli. Semua itu merupakan rangkaian yang membentuk sebuah sistem. Kita tidak mungkin dapat berbelanja andaikata hilang salah satu unsurnya. Untuk dapat memahani sebuah program, kita harus berpikir sistemik. Berpikir sistemik adalah dalam berpikir tersebut kita memandang sesuatu sebagai sebuah sistem, yaitu unsur-unsur yang saling kait-mengkait, bersama-sama mencapai tujuan sistem. Sebuah program pasti merupakan sebuah sistem. Contoh lain adalah kegiatan belajar di sekolah. Siswa yang belajar akan cepat lulus apabila kinerja unsur-unsurnya baik. Yang dimaksud dengan unsur-unsur untuk proses pembelajaran siswa yang sedang belajar adalah siswa itu sendiri, kemudian guru, lalu materi pelajaran, peralatan yang dimiliki, dan transport menuju sekolah. Jika semua unsur itu dalam keadaan ‘baik’ kondisinya, dalam arti berfungsi sesuai tugasnya, maka siswa tersebut akan lekas lulus. Jika salah satu unsurnya tidak bekerja dengan baik, misalnya peralatan tidak lengkap, jalan yang dilalui tidak lancar tentu kelulusannya tertunda. Berikut ini adalah bagan sebuah sistem pembelajaran. Pembelajaran tersebut merupakan sebuah program yang terdiri dari unsur-unsur, sekurang-kurangnya ada enam, yaitu (1) siswa sebagai masukan mentah, (2) guru yang mengajar, (3) materi pelajaran, (4) sarana pendukung, (5) manajemen atau pengelolaan, (6) lingkungan. Bagan 1. Program Pembelajaran Bagan tersebut biasa disebut ‘transformasi’, dari asal kata ‘trans’ – yang artinya perubahan, dan ‘form’ artinya bentuk. Jadi dalam hal ini transformasi mempunyai arti perubahan bentuk. Apa yang berubah bentuk? Siswa yang semula merupakan masukan mentah (raw input), setelah diproses dalam proses pembelajaran, berubah menjadi ’hasil’ atau siswa ”matang” yang berprestasi (output). Empat hal yang tertulis di bagian atas pembelajaran adalah masukan instrumental (instrumental input). Yang tertulis di bawah bagan adalah masukan lingkungan (environmental input). Banyak orang yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan instrumental input adalah siswa, kurikulum, guru, metode, media. Dalam hal ini penulis tidak mencantumkan dua masukan tersebut, karena metode dan media adalah dua hal yang diupayakan oleh guru, jadi tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari guru karena yang mengupayakan metode dan media adalah guru. Oleh karena sebuah program pasti berbentuk sistem, maka dua istilah tersebut yaitu program dan sistem dapat dipertukarkan pemakaiannya atau dipakai bergantian. Program pembelajaran dapat disebut sebagai sistem pembelajaran. Dengan demikian berarti program pembelajaran tersebut berbentuk sistem, yang terdiri dari komponen-komponen yang saling kait-mengkait menuju pada tujuan pembelajaran. Untuk memperjelas pengertian sistem atau program, penulis sajikan sebuah bagan lain yang mungkin dapat memperjelas pengertian karena model bagannya yang berlainan. Dalam bagan tersebut tampak dengan jelas bahwa unsur-unsur yang juga disebut sebagai komponen program bersatu-padu membentuk elips yang secara bersama-sama menuju ke pencapaian tujuan, yaitu hasil belajar yang memuaskan, ada pada siswa. Jadi keberhasilan sistem pembelajaran tergantung dari bagaimana setiap komponen tersebut berfungsi. Bagan 2 Sistem Pembelajaran dengan Komponennya Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan suatu sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali terjadi tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang. Pengertian program yang dikemukakan ini adalah pengertian program secara umum. Dalam kehidupan, terdapat juga program yang berlangsung hanya dalam waktu singkat, misalnya kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional, yaitu Upacara bendera. Apakah Upacara Bendera itu juga suatu program? Iya, karena kegiatan tersebut terdiri dari banyak komponen, yaitu (1) pengibar bendera, (2) Inspektur upacara, (3) peserta upacara, (4) pembawa acara. Semua komponen tersebut harus berfungsi dengan baik jika diinginkan upacaranya berhasil. Program dapat terjadi dalam bentuk sangat sederhana dan juga sangat kompleks. Ada program yang terjadi dalam waktu lama, misalnya program perpustakaan, dan ada yang merupakan program berlangsung dalam waktu pendek, misalnya makan. Semuanya pasti terdiri dari komponen-komponen. Dalam mempelajari evaluasi program, hal penting yang harus dilatihkan adalah merinci, mengidentifikasi komponen-komponen yang ada di dalam program itu. Pembelajaran adalah program kegiatan jamak karena melalui urutan penyusunan kurikulum di pusat, pembuatan Analisis Materi Pelajaran (AMP), pembuatan Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP), pelaksanaan proses pembelajaran di kelas sampai dengan proses terakhir, yaitu evaluasi. Jika tidak sampai pada tahap evaluasi, maka program tersebut belum lengkap. Jadi komponen program dapat berupa unsur atau bagian dari program, tetapi dapat juga penggalan dari proses suatu program. Sebagai contoh dalam manajemen, sekolah adalah program, tetapi manajemen siswa, manajemen sarana, manajamene personil, manajemen biaya adalah program juga, karena merupakan sistem, yang keterlaksanaan programnya ditentukan oleh unsur-unsur atau komponen-komponen. Unsur-unsur atau komponen-komponen tersebut berfungsi sebagai faktor-faktor penentu keberhasilan pencapaian tujuan program.

B. PENGERTIAN EVALUASI PROGRAM
 Apa alasan melakukan evaluasi program dan sejak kapankah evaluasi program mulai populer? Menurut Fernandes (1984), pemikiran secara serius tentang evaluasi program dimulai sekitar tahun delapan puluhan. Sejak tahun 1979-an telah terjadi perkembangan sehubungan dengan konsep-konsep yang berkenaan dengan evaluasi program sebagai contoh yang dikemukakan oleh Cronbach (1982, dalam Fernandes 1984) tentang arti pentingnya rancangan dalam kegiatan evaluasi program. Untuk memahami pengertian evaluasi program, kini kita tidak bisa lagi menghindari penjelasan tentang evaluasi secara terpisah, karena kini kita sampai pada gabungan dua istilah, yaitu evaluasi dan program. Evaluasi program adalah sebuah istilah utuh yang terdiri dari dua kata, yaitu evaluasi dan program. Kata evaluasi di sini menunjuk kata kerja dengan objek tertentu, yaitu program. Schman dalam Anderson 1975, memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Worthen dan Wanders (1973), bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Seorang ahli yang sangat terkenal dalam evaluasi program, yaitu Stufflebeam (dalam Fernandez 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan. Dengan demikian evaluasi program adalah suatu proses kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya program untuk mengambil keputusan tentang hasil program, yang dalam kelanjutannya untuk menentukan kelanjutan program tersebut. Para ahli pendidikan selama ini merasakan keprihatinan mengapa prestasi belajar siswa di sekolah tidak maksimal? Apakah memang disebabkan karena kesalahan guru karena kurang memiliki kemampuan untuk mengajar? Marilah kita kembali pada pengertian sistem. Pembelajaran merupakan sebuah sistem, maka rendahnya prestasi belajar tidak dapat menyalahkan guru saja, karena pembelajaran ditentukan oleh beberapa komponen yang saling berpengaruh terhadap hasil. Mari kini kita melihat peristiwa evaluasi sistem pembelajaran sebagai berikut. Bagan 3 Proses Evaluasi Sistem Pembelajaran Inilah peristiwa yang terjadi ketika evaluasi sistem pembelajaran berlangsung. Apa yang dilakukan oleh evaluator? ’Mata’ evaluator tertuju pada hasil belajar, yaitu tujuan yang ingin dicapai oleh proses sistem pembelajaran. Apabila hasil sebagai pencapaian tujuan tersebut belum baik, penentu kebijakan tidak dapat menyalahkan guru yang memang tampak aktif ’mengemudi’ proses pembelajaran saja, tetapi harus melakukan evaluasi sistem atau evaluasi program secara menyeluruh. Evaluator program tersebut mencermati setiap komponen yang seharusnya berperan aktif mendukung pencapaian tujuan sistem. 1. Mengevaluasi siswa a. Apakah siswa sudah mengerahkan perhatiannya kepada proses pembelajaran sehingga hasil belajar yang diperoleh sudah maksimal? b. Apakah siswa mau bertanya kepada guru ketika belum jelas menerima materi pelajaran c. Apakah siswa ikut aktif ketika guru mengadakan kerja kelompok? dan lain-lain pertanyaan yang terkait dengan siswa. 2. Mengevaluasi guru a. Apakah guru dapat menyampaikan materi pelajaran dengan pelan dan jelas sehingga semua siswa dapat mengikutinya dengan baik? b. Apakah guru memilih dan menggunakan metode yang tepat sehingga siswa dapat memahami pelajaran dengan baik? c. Apakah guru tidak menggunakan alat peraga sehingga siswa sulit untuk memahami konsep?, dan lain sebagainya. 3. Mengevaluasi materi yang diajarkan a. Apakah materi yang disampaikan oleh guru sesuai dengan usia atau level kemampuan siswa sehingga siswa merasa mudah memahaminya. b. Apakah materi yang disampaikan oleh guru terdapat di lingkungan siswa dan siswa tidak merasa asing?, dan lain sebagainya. 4. Mengevaluasi sarana dan prasarana a. Apakah buku pelajaran yang disediakan sesuai dengan materi yang diajarkan? b. Apakah tersedia alat peraga untuk memperjelas pemahaman siswa tentang konsep yang sedang dipelajari?, dan lain sebagainya. 5. Mengevaluasi pengelolaan atau manajemen a. Apakah siswa dalam kelas sesuai dengan kapasitas ruang kelas sehingga tidak berdesak-desakan? b. Apakah pengaturan tempat duduk sudah sedemikian rupa sehingga siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan nyaman?, dan lain sebagainya. 6. Mengevaluasi lingkungan a. Apakah pencahayaan kelas mencukupi sehingga setiap siswa dapat melihat keliling b. Apakah kelas bersih tidak ada sampah berserakan sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman?, dan lain sebagainya.

 C. EVALUASI PROGRAM ADALAH ”QUALITY IMPROVEMENT”
Pada awal pembicaraan sudah ditegaskan bahwa semua program merupakan sistem, yaitu terdiri dari unsur atau komponen yang saling kait-mengkait bersama-sama mencapai tujuan program. Sekolah tempat siswa atau peserta didik belajar, yang merupakan program inti adalah proses pembelajaran. Peserta didik yang belajar, tidak cukup hanya memperoleh hasil belajar yang berupa pengetahuan, sikap, keteramilan dan lain-lain hanya dari proses pembelajaran saja, tetapi juga melalui unsur-unsur pendukung lain seperti (1) perpustakaan, (2) laboratorium, (3) UKS, (4) kantin sekolah, (5) koperasi sekolah dan lain-lain. Semua unsur pendukung tersebut juga merupakan program yang perlu dievaluasi kinerjanya, karena semua unsur tersebut mendukung keterlaksanaan pembelajaran. Bagian ini diberi judul ”Evaluasi Program adalah Quality Improvement” Apakah maksudnya? Dalam bagian lalu sudah disimpulkan “evaluasi adalah kegiatan untuk mengunmpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan”. Alternatif dari keputusan tersebut ada empat buah, yaitu: 1. Apabila informasi dari evaluasi tersebut menunjukkan bahwa program tidak dapat berjalan dengan baik, bahkan ada efek atau dampak tidak baik, yaitu merugikan masyarakat, maka keputusan yang diambil oleh pengambil keputusan adalah: “program dihentikan”. 2. Apabila informasi dari evaluasi tersebut menunjukkan ada masalah yang kurang berarti, dalam arti bahwa tidak membahayakan keberlangsungan program, maka alternatif yang diambil sebaiknya “program dibenahi”. 3. Apabila informasi dari evaluasi tersebut menunjukkan bahwa program dapat berjalan dengan baik, tidak ada hambatan dan dapat mencapai tujuan dengan baik maka alternatif yang diambil: “program dilanjutkan”. 4. Apabila informasi dari evaluasi tersebut menunjukkan bahwa program tersebut dapat berjalan dengan baik dan mendatangkan manfaat yang lebih baik dari yang biasanya, maka alternatif yang diambil adalah: “program didiseminasikan” atau disebarluaskan pada daerah lain. Dari keempat alternatif tersebut tampak adanya upaya dari pengambil keputusan untuk memperlakukan hasil evaluasi program dengan suatu upaya yang lebih baik. Tindak lanjut yang diambil tidak pernah membahayakan situasi dan kondisi awal, tetapi selalu ada upaya yang lebih baik dari semula. Dengan kata lain, evaluasi program selalu berlanjut dengan peningkatan kualitas terhadap kondisi masyarakat yang melaksanakan program. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah quality improvement.

D. EVALUASI PROGRAM ADALAH SUATU BENTUK PENELITIAN
Sebelum melaksanakan kegiatan evaluasi program, evaluator perlu menyusun sebuah proposal evaluasi program sebagaimana seorang peneliti harus menyusun proposal penelitian. Evaluasi program adalah sebuah kegiatan ilmiah yang mendasarkan diri pada teori-teori yang relevan. Dilihat dari tujuannya, yaitu bahwa evaluator ingin mengetahui kondisi program, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan satu bentuk dari penelitian, yaitu penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi program, pelaksana berpikir dan menentukan langkah sebagaimana melaksanakan penelitian. Jika ingin diketahui perbedaannya, memang ada perbedaan yang menyolok antara penelitian dengan evaluasi program, yaitu: 1. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu, yang kemudian hasilnya dideskripsikan sebagai laporan, sedangkan dalam evaluasi program, pelaksana ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu tersebut sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Jadi inti dari evaluasi adalah adanya langkah membandingkan kondisi nyata dengan kondisi harapan atau standar. 2. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntun oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksana ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksana ingin mengetahui di mana letak (di komponen mana) kekurangan itu dan apa sebabnya. Dengan demikian evaluasi program bertujuan menentukan letak kekurangan pada komponen-komponen yang membentuk program. Dengan sedikit uraian tersebut dapat diketahui juga, sebagaimana sudah disinggung di bagian terdahulu, evaluasi program merupakan penelitian evaluatif. Pada umumnya penelitian evaluatif dimaksudkan untuk mengetahui implementasi dari sebuah kebijakan atau hasil akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan untuk selanjutnya. Mengingat betapa pentingnya sebuah rekomendasi kebijakan, maka untuk penelitian evaluatif dituntut adanya pernyataan khusus yang harus diikuti oleh penelitinya. Dalam hal ini peneliti evaluatif harus dapat mempertanggungjawabkan apa standar atau kriteria yang digunakan untuk mengambil suatu kesimpulan. Apabila kita mendengar istilah kebijakan biasanya yang terpikir adalah suatu aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, atau dengan kata lain kita berpikir bahwa kata kebijakan itu menempel pada lembaga yang sifatnya formal. Yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, kebijakan itu dapat juga terjadi pada perorangan, yaitu ketika kita mempunyai rencana untuk melakukan suatu kegiatan, maka rencana itu merupakan kebijakan – meski nadanya ringan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang mempunyai rencana untuk lulus sekian tahun. Ketika rencana itu tidak terlaksana, maka mahasiswa tersebut juga akan melakukan evaluasi apa dan di mana letak kesalahan yang diperbuat. Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar, tolok ukur atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi sesuatu, sesudah itu membandingkan dengan kriteria agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata tersebut dengan kondisi yang diharapkan, yaitu kriteria. Penelitian evaluatif bukan sekedar melakukan evaluasi sebagaimana kegiatan evaluasi yang biasa atau yang pada umumnya dilakukan untuk objek apa saja. Penelitian evaluatif merupakan kegiatan evaluasi, tetapi mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku bagi sebuah penelitian, yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologi secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, teori tentang penelitian evaluatif tidak boleh menyimpang dari teori penelitian pada umumnya. Dalam bidang manajemen, mengevaluasi tidak dapat dilepaskan dari rangkaian kegiatan yang bermula dari perencanaan dan pelaksanaan suatu program. Oleh karena itu dalam manajemen sebuah organisasi selalu ada sebuah unit yang dikenal dengan ME, yaitu monitoring dan evaluasi. Unit tersebut bertugas memonitor dan mengevaluasi tingkat kesesuaian antara proses kegiatan dengan rencana yang dibuat dan seberapa tinggi pencapaian dari proses tersebut. Dalam melakukan monitoring dan evaluasi tersebut petugas selalu menetapkan standar kriteria atau tolok ukur. Hanya yang terlihat dalam praktek, instrumen yang digunakan oleh tim ME hanya ada satu saja, yaitu instrumen untuk evaluasi, sedangkan instrumen monitoring dilupakan.

E. CIRI-CIRI DAN PERSYARATAN EVALUASI PROGRAM

Sejalan dengan pengertian yang terkandung di dalamnya, maka evaluasi memiliki ciri-ciri dan persyaratan sebagai berikut. 1. Proses kegiatan evaluasi tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya, antara lain harus didahului dengan menyusun proposal. 2. Dalam melaksanakan evaluasi, penilai atau evaluator harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem, yaitu kesatuan dari komponen-komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain, bekerja sama dalam mencapai tujuan program yang dievaluasi. 3. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program. Dengan kata lain, setiap komponen dari program tersebut masih harus dirinci menjadi bagian yang lebih kecil lagi untuk mengetahui secara lebih cermat letak kekurangannya. 4. Menggunakan standar, kriteria atau tolok ukur sebagai patok perbandingan dalam menentukan kedudukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan. 5. Kesimpulan atau hasil penilaian atau evaluasi program digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang akan datang. Dengan kata lain, dalam melakukan evaluasi program, penilai atau evaluator harus berkiblat pada tujuan program sebagai standar, kriteria atau tolok ukur. 6. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dan bukti-bukti. Bukti-bukti inilah nanti yang akan dicari sebagai data dari kegiatan evaluasinya. Dalam hal merinci komponen menjadi subkomponen, evaluator harus jeli perlu tidaknya adanya subkomponen, karena tidak semua komponen perlu dirinci menjadi subkomponen. 7. Standar, kriteria atau tolok ukur akan diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang lebih kecil dari komponen atau subkomponen, dan selanjutnya akan sampai pada bagian yang paling kecil yaitu bukti-bukti. Dengan demikian maka melalui evaluasi program ini akan diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan programnya. 8. Dari hasil penilaian atau evaluasi harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindakan lanjut program secara tepat. 

F. KRITERIA EVALUASI DAN LANGKAH PENELITIANNYA

Perbedaan penting antara penelitian biasa dengan penelitian evaluasi adalah adanya tolok ukur, standar, atau kriteria. Kriteria adalah kondisi minimal yang harus dicapai oleh program secara keseluruhan atau komponen-komponennya. Tentu saja kriteria untuk berbagai program tergantung dari tujuan yang sudah ditetpkan oleh program tersebut. Untuk program yang lahir dari kebijakan pemerintah, kriteria tersebut dapat berupa produk hukum dari yang besar- yaitu Undang-undang, kemudian keputusan Menteri, Peraturan Menteri, yang mungkin lalu muncul dalam bentuk pedoman, petunjuk pelaksanaan (juklak) atau Petunjuk Teknis (Juknis). Untuk program-program akademik, kriteria itu berupa teori-teori yang terkait dengan bidang keilmuannya. Jika tidak ada teori, boleh hasil penelitian, pertimbangan ahli (expert judgement). Kalau terpaksanya tidak ada itu semuam, kriteria dapat merupakan kesepakatan dari kelompok, dan yang terakhir dapat dari penalaran sendiri. Bagaimana penerapan kriteria dalam pelaksanaan penelitian, kita bicara tentang langkah-langkah penelitiannya. Langkah-langkah itu adalah: 1. Mengidentifikasi komponen/sub komponen dari program 2. Mengidentifikasi komponen/sub komponen menjadi indikator 3. Mengidentifikasi indikator menjadi bukti-bukti – yang dalam penelitian evaluasi inilah yang menjadi data yang akan dikumpulkan. 4. Menentukan sumber data dari setiap bukti 5. Menentukan metode dari kaitan data dengan sumber data 6. Menentukan instrumen untuk setiap metode. Sebagai contoh pelaksanaan penelitian evaluasi kita amvbil saja proses pembelajaran yang sudah dicontohkan di atas. Ada enam komponen dalam program pembelajaran yang sudah disebutkan, yaitu (1) komponen siswa, (2) komponen guru, (3) komponen materi, (4) komponen sarana dan prasarana, (5) komponen manajemen, dan (6) komponen ling- kungan. Untuk melaksanakan penelitian evaluasi, kita harus mengidentifikasi indikator dari keenma komponen tersebut. Yang disebut indikator adalah ciri-ciri kualitas dari komponen tersebut. Dalam bagian terdahulu kita sudah mengidentifikasi indikatornya, atau bukti bahwa komponen tersebut baik, yaitu: 1. Indikator atau bukti siswa baik a. memperhatikan proses pembelajaran b.mau bertanya c.aktif mengajukan usul Dalam indikator siswa berkualitas bukan siswa aktif mengerjakan tugas, karena aktif mengerjakan tugas bukan keaktifan asli, tetapi aktif karena disuruh oleh guru. Jadi siswa bukan aktif tetapi tunduk pada perintah guru. 2. Indikator atau bukti guru baik a. guru dapat menyampaikan materi pelajaran dengan jelas b.guru dapat memilih metode dengan tepat c.guru dapar menggunakan alat peraga dengan efektif 3. Indikator atau bukti materi yang tepat a.materi yang disampaikan guru sesuai dengan usia siswa b.materi sesuai dengan lingkungan siswa c.materi tidak dirasakan asing bagi siswa 4. Indikator atau bukti sarana yang tepat a.buku pelajaran yang disediakan sesuai dengan materi yang diajarkan b.alat peraga memperjelas pemahaman siswa c.media yang digunakan mempermudah pemahaman siswa 5. Indikator atau bukti pengelolaan yang baik a.luasnya kelas sesuai dengan banyaknya siswa b.pengaturan tempat duduk dirasakan nyaman bagi siswa c.pengaturan jadwal pelajaran sesuai, terlaksana dengan baik. 6. Indikator dan buktii lingkunganyang baik a.pencahayaan kelas mencukupi b.kelas bersih tidak ada sampah berserakan c.ventilasi teratur sehingga udara nyaman Tabel Kisi-kisi Penyusunan instrumen Komponen Subkomponen Indikator/bukti Sumber data Instrumen Instrumen Siswa Motivasi bljr tinggi a. selalu memperhatikan pelajaran b. mau bertanya c. mau mengajukan usul a.guru b.proses KBM a. wawancara b. pengamatan a. pedmn wwcra c. lembar Dari tabel yang disampaikan tersebut, maka jelas yang dimaksud dengan data penelitian adalah indikator atau bukti-bukti yang terdapat dalam kolom 3. Jika kita sudah jelas tahu apa datanya, maka kita berpikir dari mana data tersebut dapat dicari. Tempat dimaksud adalah sumber data yang terdapat dalam kolom 4. Apabila peneliti sudah mengetahui di mana atau dari mana data dapat diambil, barulah peneliti dapat menentukan metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data, lalu langsung dapat diketahui instrumen yang akan digunakan untuk mengambil data tersebut. Dengan kata lain, peneliti belum dapat menentukan instrumen pengumpulan data sebelum dia mengetahui sumber data dan metode yang dapat digunakan. ANALISIS DATA Sesudah semua data terkumpul, langkah peneleiti berikutnya adalah menganalisis data. Dalam menganalisis data tersebut peneliti dapat menggunakan tabel yang menunjuk hubungan antara metode pengvumpulan data dengan rumusan masalah sebagai berikut. Tabel Analisis Data No. Metode pengumpul-an data Rumusan masalah 1 Rumusan masalah 2 Rumusan masalah 3 Rumusan masalah 4 1. Angket untuk siswa ..................... ................... .................... .................. 2. Instrumen pengamatan .................... ..................... ..................... ................... 3. Pedoman wawancara .................... .................... ..................... ..................... 4. Pencermatan dokumen Melalui tabel di atas, Anda tahu bahwa analisis data dilakukan bukan dari subjek penelitian, atau dari angket saja tetapi saja, tetapi langsung menghubungkan data dari setiap instrumen dengan rumusan masalah. Dengan demikian maka kesimpulannya akan lekas terdapat. Setelah kesimpulan didapatkan, peneliti akan mengambil kesimpulan akhir, yaitu menentukan kualitas masing-masing komponen, yaitu sudah mencapai kondisi yang diharapkan atau belum. Untuk kepentingan ini, peneliti harus mengetahui ukuran atau standar untuk masing-masing komponen. Dari mana kriteria diambil oleh penilai? Jawabnya tentu mudah saja. Program biasanya merupakan kegiatan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan yabng berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis). Nah, aturan-aturan itulah yang dijadikan kriteria oleh penilai atau evaluator untuk memantau apakah kebijakan tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, masing-masing bagian kegiatan dievaluasi dengan kriteria, standar, atau tolok ukur. Yang dimaksud dengan kriteria atau tolok ukur adalah suatu kondisi harapan yang seharusnya dicapai oleh program atau bagian dari program. Jika evaluasi tidak dilakukan berdasarkan standar, kriteria, atau tolok ukur, berarti pekerjaannya akan tanpa perbandingan dengan kondisi maksimal, dengan kata lain, pekerjaannya bersifat tidak pasti. Dari mana peneliti memperoleh kriteria, atau dengan kata lain, apakah yang dapat menjadi dasar ukuran maksimal untuk data penelitiannya? Ada beberapa sumber atau dasar tabg dapat digunakan sebagai dasar kriteria: 1. Produk hukum atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau badan tertentu, termasuk peraturan yang lebih kecil berupa tata tertib. 2. Teori yang diambil dari beberapa buku dan sumber lain. 3. Hasil penelitian perseorangan atau kelompok. 4. Expert judgement atau pertimbangan orang yang lebih ahli. 5. Kesepakatan kelompok, apabila peneliti atau evaluator mempunyai tim. 6. Penalaran peneliti atau evaluator sendiri yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum kebijakan yang berupa program dari pemerintah itu dilaksanakan, pasti ada kegiatan yang namanya sosialisasi, yaitu rangkaian informasi kepada khalayak, yang tujuannya memberitahukan kepada masyarakat yang terkait dengan kebijakan tersebut, agar menerima kebijakan dan dapat melaksanakan, dengan kata lain, sosialisasi tersebut dilaksanakan dengan tujuan agar kebijakan tersebut sukses. Sosialisasi itu sendiri sudah merupakan sebuah program yang perlu dievaluasi, apakah efektif atau tidak. Untuk mengetahui efektivitas program sosialisasi tersebut evaluator harus mengetahui indikator dari program secara keseluruhan. Adapun indikator untuk sosialisasi ini sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut. 1. Isi materi program sosialisasi. Materi sosialisasi merupakan inti dari program sosialisasi. Jika materi yang diberikan kepada khalayak yang akan melaksanakan kebijakan pemerintah itu tidak tepat sesuai dengan program kegiatan yang dimaksudkan oleh pemerintah, tentu pelaksanaannya juga akan salah. Misalnya pemerintah ingin agar KB berhasil, isi materi sosialisasi tentang upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tentu saja pelaksanaan programnya akan salah, semua kegiatan programnya akan menyangkut faktor-faktor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 2. Audience – atau sasaran sosialisasi Audience atau sasaran sosialisasi merupakan faktor atau unsur penting dari program yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika program yang akan dilaksanakan adalah KB, maka sasaran sosialisasinya harus ibu-ibu usia subur dan bapak-bapak yang masih dapat berproduksi, bukan nenek-nenek dan kakek-kakek, atau anak-anak sekolah. Pernah terjadi dalam kebijakan pendidikan, yang menjadi sasaran sosialisasi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah pengawas dan kepala sekolah. Haparannya, mereka yang akan memberikan informasi kepada guru-guru. Sasaran itu memang akan memimpin guru, tetapi karena KTSP itu banyak menyangkut materi pelajaran yang diajarkan di kelas, pengawas dan kepala sekolah (terutama pengawas), tidak tersangkut banyak tentang materi tersebut. Akibatnya, ketika acara sosialisasi peserta kurang memahami, ketika mau diteruskan ke guru-guru, ada juga yang terlupa dari ingatan. Istilahnya, terjadi distorsi dari yang diterima dengan yang diteruskan. 3. Pelaku yang melaksanakan sosialisasi Masih berhubungan dengan nomer 2, yaitu sasaran sosialisasi, pelaku program yang menyampaikan sosialisasi harus menguasai materi yang disampaikan, sehingga dapat memberi contoh kongkrit apa yang disampaikan. Jika pelaku kurang menguasai materi yang disampaikan, tentu penyampaiannya kurang jelas, kurang lengkap, dan tidak dapat memberikan contoh yang kongkrit. Akibatnya, pelaksanaan kebijakan tidak akan mencapai tujuan yang dimaksud pemerintah. 4. Cara atau metode sosialisasi Cara atau metode yang digunakan dalam program sosialisasi sangat penting, karena mempunyai peran memperjelas penerimaan audience atau sasaran. Sebaiknya pelaku menggunakan gambar-gambar atau media lain yang dapat mempermudah audience atau sasaran dalam menerima penjelasan, dan akan dapat melaksanakan kebijakan pemerintah dengan baik. Dalam mengevaluasi pelaku, evaluator perlu bertanya kepada sasaran dan pelaku, apakah kejelasan informasi itu sudah dirancang dengan baik sehingga semua materi kebijakan dapat diterima oleh sasaran. 5. Waktu sosialisasi Jika kita berbicara tentang ’waktu’, kita selalu berpikir tentang dua hal, yaitu (1) saat tepatnya waktu, dan (2) durasi atau lamanya waktu pelaksanaan. Untuk sosialisasi, waktu atau saat pelaksanaan sangat penting. Bayangkan kalau program tentang kebijakan mau dilaksanakan bulan Juli pada waktu tahun pelajaran, tentu sosialisasi harus dilaksanakan 6 bulan atau satu tahun sebelumnya, supaya semua pelaksana sudah dapat melaksanakan dengan baik. Sosialisasi yang dilakukan mendadak ketika program akan dilaksanakan, tentu sudah dapat ditebak akibatnya, yaitu tidak akan terlaksanakan dengan baik. Penjelasan tentang waktu kedua, yaitu durasi, menyangkut lamanya waktu yang digunakan untuk melaksanakan sosialisasi. Pelaksanaan sosialisasi hanya satu jam dan satu kali, tentu audience sasaran masih bingung, belum menyerap semua materi yang harus dilakukan dalam praktek. Jangka waktu yang lama ini dapat dimaksudkan juga sebagai frekuensi atau berapa kali sosialisasi dilaksanakan. 6. Tempat sosialisasi Yang dimaksud dengan tempat sosialisasi sebetulnya bukan ”di mana” tempat itu, tetapi menyangkut kenyamanan tempat, yaitu tenang dan aman, sehingga audience atau sasaran sosilisasi dapat menerima informasi dengan baik. Nah, keenam butir yang dijelaskan di atas merupakan indikator dari program sosialisasi, sebagai syarat utama dalam kebijakan program pemerintah. Dalam penelitian evaluasi, peneliti harus mengevaluasi program sosialisasi terlebih dahulu sebelum meneliti implementasinya di lapangan. G. IMPLEMENTASI DARI KEBIJAKAN Banyak sekali kebijakan dari pemerintah yang merupakan program kegiatan yang bagus-bagus, tetapi tidak terlaksana atau kurang baik pelaksanaannya di dalam praktek. Seorang ahli bernama Shabbir Cheema dan Dennis A Rondinelli berpendapat bahwa ada empat faktor yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak dapat berlangsung sebagaimana direncanakan, yaitu: (1) kondisi lingkungan, (2) hubungan antar organisasi, (3) sumber daya dalam organisasi yang melaksanakan program, dan (4) karakteristik kemampuan agen pelaksana. Ahli lain dalam implementasi kebijakan, yaitu John Edward. Ahli ini menggolongkan 4 (empat) hal yang dapat menghambat terlaksananya kebijakan, yaitu: 1. Komunikasi, dapat berujud: a. transmisi, yaitu (1) pertentangan pendapat antar pelaksana mengenai kebijakan, (2) adanya distorsi dari sumber pertama ke selanjutnya, dan (3) adanya persepsi yang berbeda antar para pelaksana. b. kejelasan, yang menurut Edward terjadi karena (1) kompleksitas kebijakan yang dibuat, (2) keinginan untuk tidak mengganggu ketenangan sasara, (3) kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, (4) timbulnya keengganan untuk menerima kebijakan baru, (5) adanya keinginan untuk menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan (6) pembentukan kebijakan dari pengadilan. c. konsistensi, yaitu ketidak-ajekan atau berubah-ubahnya kebijakan dari waktu ke waktu. d. baik-tidaknya komunikasi antar organisasi pelaksana, akan sangat mempengaruhi baik atau tidaknya proses implementasi kebijakan. 2. Sumberdaya, meliputi: a. Sumberdaya manusia, menyangkut kuantitas dan kualitas personil pelaksana dan yang terkait dengan pelaksanaan. Kuantitas mengenai banyaknya personil yang ikut melaksanakan, dan kualitas mengenai keterampilan, dedikasi, profesionali- tas, dan kesesuaian dengan bidang keahlian. b. Dana atau keuangan meliputi jumlah atau kecukupannya, dan kebijakan dalam mengalokasikan penggunaannya. c. Fasilitas mulai dari prasarana yang masih berupa lahan maupun sarana peleng- kap yang lain. Dalam hal ini kesempatan atau peluang dapat dikategorikan seba- gai fasilitas. d. Informasi dan kewenangan. Informasi yang lengkap baik internal maupun eksternal merupakan penduikung bagi pelaksanaan kebijakan. Demikian juga kewenangan yang dimiliki oleh lembaga maupun petugas, sangat penting perannya bagi implementasi kebijakan. 3. Disposisi Yang dimaksud dengan disposisi adalah karakter implementor, berupa komitmen terhadap tugas, kejujuran dan sifat demokratis. Jika pelaksana mempunyai dispo- sisi yang baik, tentu kebijakan tentang program akan berjalan dengan lancar dan baik, demikian juga sebaliknya. 4. Struktur birokrasi Dalam implementasi kebijakan, struktur birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering mengganggu jalannya kegiatan. Birokrasi ini nampak dalam aturan pelaksanaan berupa Standar Operating Procedure (SOP), dan pengaruh dari luar organisasi, misalnya komite legislatif dan tujuan dari kelompok kepentingan seperti misalnya adanya LSM dan organisasi massa lainnya. ======================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar