Sabtu, 14 Februari 2015

MENYIKAPI TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI


Oleh: ADHYATNIKA GU
Daya tarik media televisi demikian besar bagi perkembangan mental generasi muda. Banyak fakta yang kita jumpai sekarang ini dari informasi yang disampaikan oleh televisi mengenai acara yang memberi dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung. Hal-hal negatif dari materi tayangan yang disajikan televisi akhirnya dapat mempengaruhi perilaku penontonnya dalam hal bersikap dan bertingkah laku di dalam kehidupan mereka.
Kekerasan yang didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan dari  kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan, terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, moral, psikologis atau melalui gambar. Penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan penghinaan merupakan ungkapan nyata kekerasan. Logika kekerasan merupakan logika kematian karena bisa melukai tubuh, melukai secara psikologis, merugikan, dan bisa menjadi ancaman terhadap integritas pribadi (Haryatmoko, 2007). 
Tayangan kekerasan yang sering ditampilkan media khususnya televisi diantaranya: Kekerasan dokumen yang merupakan bagian dari dunia riil atau faktual; kedua, kekerasan fiksi yang menunjukkan dunia khayal.  Bentuk-bentuk kekerasan tersebut sering lebih dikondisikan oleh kekerasan simbolik. Prinsip simbolik ini bisa berupa bahasa, cara berfikir, cara kerja, dan cara bertindak.  Kekerasan simbolik berlangsung karena sistem informasi saat ini mengikuti aturan tertentu dalam bentuk keseragaman, mimetisme, tuntutan reportase langsung pada kejadian, sensasionalisme, dan penempatan prioritas informasi yang penuh kepentingan.
Tayangan kekerasan yang ditampilkan diyakini akan berpengaruh terhadap peningkatan perilaku yang agresif, kemudian dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban, yang selanjutnya akan berakibat peningkatan rasa takut yang belebihan sehinga menciptakan representasi dalam diri penonton tentang wujud dunia yang sangat berbahaya.
Keluarga yang diyakini memiliki fungsi strategis  di dalam kelangsungan kehidupan masyarakat, diharapkan mengambil peran paling depan dalam menangani permasalahan di atas.  Sebagai sebuah lembaga sosial,  keluarga adalah lingkungan yang kuat sekali pengaruhnya dalam mengembangkan sifat-sifat dasar anak. Peranan keluarga diharapkan mampu mengubah seorang individu menjadi manusia yang berbudaya.
Menurut  John Locke  bahwa  seorang anak yang baru dilahirkan seperti “tabula rasa” yang merupakan selembar kertas putih kosong dan dapat dicorat-coret sekehendak hati orang tuanya. Oleh karena itu  dalam pandangan para pakar pendidikan, apa yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anaknya merupakan proses yang diadopsi oleh si anak melalui proses social-modelling. Bagaimana cara ibu mengasuh, apakah dengan penuh kelembutan dan kasih sayang atau apakah dengan kasar dan amarah serta penolakan akan membentuk perilaku manusia muda tersebut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa anak banyak belajar dari orang tuanya. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluarga lah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku ke dua orang tua serta lingkungannya
Oleh karena itu diperlukan koordinasi dari berbagai pihak agar lebih selektif dalam memilihkan tayangan bagi anak karena pengaruh media yang cukup besar bagi perilaku sosial anak. Selain itu pendidikan keluarga yang baik perlu ditanamkan kepada anak sedini mungkin agar anak siap menghadapi pengaruh luar yang begitu besar.

Sumber: Dari berbagai sumber




 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar