A. Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep
pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan
dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan
kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran
kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta
didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru
bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi
mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
belajar.
Dengan mengutip
pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
- Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang
sudah dimiliki oleh peserta didik
- Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global)
menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
- Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman,
dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk
memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan
mengembangkan konsep.
- Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan
secara langsung apa-apa yang dipelajari.
- Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran
dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
B. Bermain Peran (Role
Playing)
Bermain peran merupakan
salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal
relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang
diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan
menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran,
peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara
memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta
didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan
berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari
Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran
bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta
didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan
pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan
evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9)
diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan
keputusan.
C. Pembelajaran
Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran
Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model
pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles,
(E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1)
adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan
peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan
belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan
pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
- Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik
siap belajar.
- Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar
siap belajar dan membelajarkan
- Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan
menemukan kebutuhan belajarnya.
- Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
- Membantu peserta didik merancang pola-pola
pengalaman belajar.
- Membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar.
- Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri
terhadap proses dan hasil belajar.
D. Belajar Tuntas (Mastery
Learning)
Belajar tuntas berasumsi
bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan
baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari.
Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran
harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari
strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan
dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap
peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan
hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar
tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan
belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada
tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan
suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback).
Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan
penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan
dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam
mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan
menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas
dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1)
pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang
diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test);
(2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia
benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang
ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik
yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial
(pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas
dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi
pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c)
implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk
menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective
technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan
pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur
dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu
kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi
dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan
dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal
ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk
penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
E. Pembelajaran
dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu
proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara
sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik,
disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem
modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Setiap modul harus memberikan informasi dan
petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh
peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus
digunakan.
- Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga
mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta
didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami
kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik
mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan
peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
- Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk
membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan
seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan
pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih
dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing),
simulasi dan berdiskusi.
- Materi pembelajaran disajikan secara logis dan
sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan
mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa
yang harus dilakukan atau dipelajari.
- Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur
pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan
balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya
pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya
: (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja;
(4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen
tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
- Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
- Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus
dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat
pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai
tujuan.
- Tes Awal;
yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui
kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan
apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
- Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap
tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai
balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
- Sumber Belajar;
berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan
oleh peserta didik.
- Tes Akhir;
instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada
tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam
pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar,
antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu
peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau
pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
F. Pembelajaran
Inkuiri
Pembelajaran inkuiri
merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa)
secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005)
mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan
inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana
bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada
hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai
evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan
reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran
terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan
masalah.
- Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan
hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat
diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan
merumuskan hipotesis.
- Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit
peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan,
mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari
: mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan
data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat
persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan
keteraturan.
- Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola
dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
- Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan
sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman
yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan
pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Sumber :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep;
Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004;
Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar
Jakarta :. Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar